Ada Pihak yang Nikmati Ketidakpastian dan Kerusakan dalam Pengaturan Sektor Migas

- Pewarta

Sabtu, 21 Mei 2022 - 12:11 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Ilustrasi kegiatan ekspor impor. (Dok. Kemenkeu.go.id)

Ilustrasi kegiatan ekspor impor. (Dok. Kemenkeu.go.id)

APAKABAR NEWS – Dalam dua dekade terakhir produksi migas nasional turun secara terus menerus, konsisten memburuk, produksi konsisten turun.

Tidak ada satu pihak yang dapat memberi jalan keluar. Semua pengurus hanya bisa menonton dan tidak dapat berbuat apa apa.

Sementara kebutuhan minyak nasional jelas meningkat. Solusinya satu kata impor.

Padahal biang kerok turunnya produksi migas tampak nyata di depan mata pemerintah. Apa itu?UU nomor 22 Tahun 2001 tentang Migas.

UU ini berdampak buruk terhadap masalah kelembagaan yang serius, pengaturan yang tidak pasti dan ketidak nyamanan seluruh usaha di sektor hulu migas.

Lebih gawat lagi, UU Migas menyerahkan urusan produksi migas mulai pembuatan regulasi, melakukan pengawasan.

Hingga memungut uang dari pelaku usaha kepada suatu lembaga yang bernama Satuan Kerja Khusus (SKK) Migas.

Pertanyaannya apa masuk akal menyerahkan urusan sebesar ini kepada satuan kerja? Dari namanya saja sudah tidak relevan, isinya juga tidak kompeten mengurus masalah sebesar ini.

Lembaga ini buatan Presiden SBY. sebagai usaha mensiasati dibubarkan Badan Hulu (BP) Migas oleh Mahkamah Konstitusi. Lembaga pensiasatan ini langgeng keberadaannya hingga saat ini.

UU migas itu sudah rusak dan berantakan. Sulit diharapkan sebagai sumber regulasi yang dapat menjadi pegangan.

Bayangkan sejak diundangkan pada tanggal 23 November 2001, UU Migas telah mengalami 4 kali pengujian di Mahkamah Konstitusi.

Kaena terdapat pasal-pasal yang dianggap bertentangan dengan UUD 1945 khususnya Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) UUD Tahun 1945, serta terdapat satu perkara yang ditolak MK dikarenakan persoalan legal standing.

Dalam 3 (tiga) kali judicial review ada 16 pasal dari UU tersebut yang dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi.

Yaitu melalui Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 002/PUU-I/2003/ tentang Minyak dan Gas Bumi dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 36/PUU-X/2012 tentang pembubaran BP Migas.

Secara garis besar materi yang dibatalkan melalui putusan Mahkamah Konstitusi tersebut terkait persoalan kelembagaan dan persoalan kontrak.

Dalam persoalan kelembagaan, kekuasaan pemerintah menjadi terbagi-bagi dan tidak efektif, tidak jarang terjadi tumpang tindih kewenangan antar lembaga.

Jika revisi UU migas No. 22 Tahun 2001 tak kunjung selesai akan berdampak pada nilai country risk menjadi tinggi dan mempengaruhi nilai investasi.

Seperti pemberian nilai IRR (Internal Rate of Return) dan adanya penyalahgunaan izin wilayah kerja serta pengembangan lapangan migas.

Langkah strategis yang perlu diambil pemerintah terkait UU migas, yaitu segera menyelesaikan revisi UU migas yang komprehensif khususnya yang menyangkut kelembagaan dan kontrak kerja.

Meskipun UU Migas yang sudah rusak ini ada di depan mata DPR, namun lembaga legislatif ini enggan melakukan revisi atau perubahan UU migas, tak seperti UU pemilu atau UU lain yang selalu dikebut.

Tampaknya ada yang menikmati ketidakpastian dan kerusakan dalam pengaturan di sektor migas.

Salah satu nikmat itu adalah impor migas, karena produksi nasional yang dapat dipastikan turun dengan UU ini.

Namun publik hanya tau bahwa Presiden Jokowi gagal menaikkan produksi migas nasional, di era pemerintahan Jokowi produksi migas terus merosot.

Sekarang mungkin tinggal 600 ribu barel sehari, lebih dari separuh kebutuhan nasional dipasok impor.

Apa yang sudah dilakukan pemerintah untuk atasi masalah? tidak ada!!

Sri Mulyani tidak menegur SKK migas atau lebih jauh tidak meminta Presiden Jokowi membubarkan SKK Migas dengan alasan penerimaan negara dari migas yang sangat krusial karena terus merosot.

Kalaupun DPR ngeyel, karena banyak pemain di sana, bukankan Presiden Jokowi keluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti UU (Perpu), beres.

SKK Migas dibubarkan, alasannya negara sudah genting akibat UU migas yang rusak.

Komando sektor migas penuh di tangan Pemerintah, satu komando di migas. Piye Mas?

Opini: Salamuddin Daeng, Peneliti Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI)

Berita Terkait

Termasuk Garibaldi Thohir, Prabowo Subianto Kenalkan Konglomerat kepada Investor Gloɓal Ray Dalio
Hallo Media Ajak Wartawan Berjiwa Wirausaha di Kota dan Kabupaten untuk Gabung Menjadi Koresponden
Penghematan Anggaran Rp300 Triliun, Prabowo Ingin Investasikan ke Industri yang Ciptakan Lapangan Kerja
Sustainability Report & Annual Report: Solusi Waktu yang Semakin Sempit dan Deadline OJK Sudah di Depan Mata
Investor Mulai Lebih Konservatif, CSA Index Februari 2025 Menunjukkan Kewaspadaan terhadap Pasar Modal
Menteri ESDM Bahlil Lahadalia Minta Maaf, Antre Beli LPG Tabung Isi 3 Kg di Tangsel Makan Korban Jiwa
Aktifkan Pengecer untuk Berjualan Gas LPG 3 Kg Lagi, Prabowo Subianto Disebut Dasco Sudah Minta Bahlil
2 Inisial Perusahaan Pemilik Sertifikat Hak Guna Bangunan di Laut Bekasi Diungkap Menteri Nusron Wahid

Berita Terkait

Senin, 10 Maret 2025 - 09:49 WIB

Termasuk Garibaldi Thohir, Prabowo Subianto Kenalkan Konglomerat kepada Investor Gloɓal Ray Dalio

Rabu, 26 Februari 2025 - 14:18 WIB

Hallo Media Ajak Wartawan Berjiwa Wirausaha di Kota dan Kabupaten untuk Gabung Menjadi Koresponden

Senin, 17 Februari 2025 - 15:00 WIB

Sustainability Report & Annual Report: Solusi Waktu yang Semakin Sempit dan Deadline OJK Sudah di Depan Mata

Sabtu, 8 Februari 2025 - 13:51 WIB

Investor Mulai Lebih Konservatif, CSA Index Februari 2025 Menunjukkan Kewaspadaan terhadap Pasar Modal

Selasa, 4 Februari 2025 - 13:35 WIB

Menteri ESDM Bahlil Lahadalia Minta Maaf, Antre Beli LPG Tabung Isi 3 Kg di Tangsel Makan Korban Jiwa

Berita Terbaru