KONTENBERITA.COM – Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittipidsiber) Bareskrim Polri melakukan pengungkapan kasus dugaan peretasan kartu kredit yang digunakan untuk melakukan pembayaran secara elektronik.
Kasus tersebut merupakan kerja sama Kepolisian Indonesia bersama dengan atase kepolisian Jepang.
Lantaran kejahatan dilakukan untuk membeli bahan-bahan elektronik secara online di Jepang.
ADVERTISEMENT
Baca Juga:
Penggeledahan Mendadak di Kantor Kemenaker, Dugaan Suap Terkait Tenaga Kerja Asing Terkuak
Klarifikasi Terkait Dugaan Ijazah Palsu, Presiden ke-7 Jokowi Penuhi Panggilan Bareskrim Polri
Program “Berbagi Pasca Bencana” PROPAMI Care Hadirkan Bantuan di Babelan

SCROLL TO RESUME CONTENT
Demikian disampaikan Dirtipidsiber Bareskrim Polri Brigjen Pol Adi Vivid Agustiadi Bachtiar dalam konferensi pers di Mabes Polri, Selasa 8 Agustus 2023.
Baca artikel lainnya di sini: Pengusutan Dugaan Ekspor 5,2 Ton Ore Nikel Ilegal ke China, Luhut Pandjaitan: Pak Firli Langsung Cek di China
“Perkara akses ilegal dengan cara meretas kartu kredit yang digunakan oleh para pelaku”.
Baca Juga:
Cabut Sanksi Atas Suriah, Donald Trump Guncang Pasar Minyak dan Peta Diplomasi Timur Tengah
Aksi Premanisme yang Mengatasnamakan Organisasi Kemasyarakatan Bikin Resah Presiden Prabowo Subianto
“Untuk melakukan pembayaran elektronik di beberapa market place di Jepang,” ujar Adi Vivid Agustiadi Bachtiar.
Dalam kasus tersebut, terdapat dua orang pelaku yang ditetapkan sebagai tersangka yakni berinisial DK dan SB.
Untuk tersangka DK menjalani proses penahanan di Bareskrim Polri, sementara tersangka SB menjalani proses di Kepolisian Osaka Jepang.
Kasus tersebut terungkap bermula dari adanya laporan pemilik kartu kredit di Jepang memiliki tagihan transaksi pembelian yang merasa tidak pernah memesan.
Baca Juga:
Sinyal Positif dari CSA Index Jadi Petunjuk Pemulihan Ekonomi yang Berbasis Pasar
Tanda-tanda Media Konvensional Diambang Bahaya Ɓesar, Presenter Kompas TV Gita Maharkesri Menangis
Di mana terdapat 8 orang warga negara Jepang yang menjadi korban.
“Modusnya dua orang ini saling kerja sama dan otaknya (tersangka) DK.”
“(Tersangka) SB saat kejadian tindak pidana ini di ada di Jepang, dia hanya ditugaskan oleh DK untuk mengaktifkan komputernya di Jepang,” kata Adi Vivid.
“Setelah komputer aktif di-remote (dikendalikan) oleh DK dan dia yang kendalikan.”
“Tujuannya mengelabui padahal otak pelaku di Indonesia, komputernya di Jepang,” imbuhnya.
Setelah berhasil memperoleh akses kartu kredit yang diretas, pelaku kemudian membelanjakannya di market place Jepang dengan kerugian mencapai Rp 1,6 miliar.
Dalam kasus tersebut, pasal yang dikenakan yakni:
1. Pasal 46 ayat 1, 2, 3 juncto Pasal 30 ayat 1, 2, 3 UU ITE terkait ilegal akses
2. Pasal 48 ayat 1 juncto Pasal 32 ayat 1 UU ITE, Pasal 51 ayat 1 juncto Pasal 35 UU ITE dan
3. Pasal 363 KUHP
Dengan ancaman hukuman pidana di atas 5 tahun penjara.***